Oleh: Hesi Arny Erawati, Mahasiswi Jurnalistik 2020 (Semester 4)
Apa yang terlintas di benak kalian ketika melihat foto tersebut? Baru kali pertama melihat orang dengan telinga panjang atau sudah pernah melihat sebelumnya? Jika membahas tentang ‘cantik’ pastinya para wanita di dunia ini ingin berlomba-lomba menjadi cantik. Sebagian dari mereka tak jarang merogoh kantong dalam-dalam untuk merawat diri, bahkan melakukan operasi wajah dan bagian tubuh lainnya agar terlihat cantik. Namun, ada juga sebagian wanita yang melihat standar kecantikan dari sisi yang lain. Mereka melihat kecantikan dari sisi mensyukuri hidup, dengan cantik apa adanya dan tidak mengubah ciptaan Tuhan.

Kemudian ditemukan juga kecantikan dari sisi kebudayaan di Suku Dayak asal Kalimantan Timur, Indonesia. Kecantikan ini menjadi tradisi unik di dunia loh! Mengutip dari merdeka.com (6/4/21), beberapa Suku Dayak di Kalimantan, khususnya bagi para wanita, mempunyai tradisi memanjangkan telinganya. Budaya telinga panjang dimiliki oleh Suku Dayak pedalaman seperti masyarakat Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa’ban, Dayak Kayaan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.
Memiliki telinga yang panjang bagi wanita Suku Dayak di Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, rupanya menjadi standar kecantikan mereka. Telinga panjang yang dimaksud ialah cuping telinga mereka yang panjang. Hal itu terjadi karena mereka memakai anting besar polos berbentuk lingkaran dari perak yang disebut ‘hisang’. Hisang mulai dipakai oleh wanita Suku Dayak ketika memasuki usia remaja. Namun, sebelum dipakaikan hisang, sejak bayi para wanita Suku Dayak telah menindik telinganya dan tradisi itu bernama Telingaan Aruu. Tradisi tersebut dilakukan dengan memasang sebilah bambu di cuping telinga. Seiring berjalannya waktu, sebilah bambu itu membuat lubang telinga menjadi besar.
Uniknya, hisang yang digunakan wanita Suku Dayak akan bertambah satu setiap tahunnya. Ya, jumlah hisang ini sesuai dengan jumlah umur mereka. Maka dari itu, wanita Suku Dayak yang telah memasuki usia senja memiliki cuping telinga yang menjuntai sepanjang leher mereka. Meskipun penampilan mereka seperti itu, bagi mereka itulah kecantikan yang seutuhnya. Selain menandakan kecantikan, telinga panjang itu turut memengaruhi tingkatan sosial mereka di masyarakat. Semakin banyak hisang dan semakin panjang telinga, maka semakin terangkat pula kelas sosial mereka, yakni sebagai keturunan bangsawan. Lalu bagi wanita di Suku Dayak Bahau, yang berada di sepanjang sungai Mahakam, budaya telinga panjang melambangkan buah kesabaran dan ketahanan dari penderitaan rasa sakit.
Telinga panjang yang dimiliki oleh sebagian wanita di beberapa Suku Dayak di Kalimantan menjadi bukti simbol budaya. Simbol adalah seperangkat alat, bahasa, kejadian, atau tanda yang diberi “makna” oleh sebagian golongan masyarakat tertentu untuk tujuan penegasan identitas, pemberlakuan norma, dan atau sistem keteraturan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan (William A. Lessa dan Evon Z. Vogt, 1997: 106-107). Sedangkan kebudayaan adalah konsep, keyakinan, nilai, dan norma yang dianut masyarakat yang memengaruhi perilaku mereka dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya (Rusmin Tumanggor, Kholis Ridho dan Nurochim, 2016: 141).
Berdasarkan pengertian simbol dan kebudayaan, telinga panjang yang menjadi tradisi wanita Suku Dayak memberikan makna tersendiri bagi mereka. Makna yang paling dikenal adalah sebagai tanda kecantikan dan keturunan bangsawan. Selain itu mereka juga berkeyakinan bahwa semakin panjang telinga mereka, maka akan semakin meningkat kelas sosialnya. Sungguh disayangkan, budaya ini hanya dipertahankan oleh wanita Suku Dayak yang sudah lanjut usia saja. Mengutip dari merdeka.com (6/4/21), jumlah mereka yang masih mempertahankan tradisi ini sekitar tidak lebih dari 100 orang. Mayoritas dari mereka lebih memilih menggunakan anting yang berukuran normal.
Leave a Reply